Untuk itu, tulisan ini saya persembahkan kepada mereka yang serius menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kita akan sama-sama belajar bagaimana berbahagia bercermin dari peristiwa mudik.
Mudik adalah di antara pelajaran hidup yang tak akan habis dihikmati oleh orang-orang yang ingin mengambil pelajaran. Di antara hikmah yang mungkin paling sering kita dengarkan adalah soal bagaimana menyiapkan bekal hidup menghadapi kehidupan setelah kematian (akhirat). Untuk itu, tulisan ini tidak akan mengulangi bahasan yang sama.
Tulisan ini akan coba memotret mudik dari sudut pandang kebahagiaan. Bagaimana mudik menjadi sebuah pelajaran untuk kita yang selalu mengupayakan kebahagiaan dalam hidupnya.
Suatu ketika seorang guru berkata kepada seorang muridnya, sambil memegang pundaknya.
"Hiduplah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau seperti seorang musafir," kata sang guru.
Ya, itu perkataan Rasulullah kepada Ibnu Umar. Perkataan ini yang setidaknya menjadi acuan kita bahwa mudik (musafir) itu adalah sebuah pelajaran yang sangat besar. Tapi, sekali lagi tulisan ini akan coba fokus memotret mudik dalam kaca mata kebahagiaan.
Sedikitnya ada tiga hal yang berkaitan dengan mudik yang (juga) menjadi prasyarat kebahagiaan hidup seorang manusia.
Pertama, mudik itu dikatakan mudik ketika punya tujuan pulang yang jelas. Kalau sekadar jalan bepergian jauh itu namanya cuma jalan-jalan.
Orang yang tidak punya tujuan pulang yang jelas dapat dipastikan mengalami kebimbangan dan kebingungan dalam melakukan perjalanan. Apa sebabnya? Karena mereka tidak punya tujuan pulang. Tidak punya rumah yang dituju. Hingga akhirnya tidak punya keterarahan perasaan. Ketidakterarahan perasaan inilah yang menjadikan mereka tidak bahagia menjalani hidupnya.
Lalu, apakah orang yang punya tujuan pulang jelas pasti bahagia? Belum tentu juga. Karena tidak semua yang punya tujuan pulang yang jelas juga punya sikap yang benar menghadapi dinamika-dinamika selama dalam perjalanan. Tapi setidaknya mereka punya arah yang jelas. Punya tujuan pulang yang lebih pasti sehingga relatif lebih mudah bahagia dibanding yang tidak punya tujuan pulang sama sekali.
Tujuan pulang inilah yang akan menjadi pengarah jiwa bagi manusia. Mungkin saja di tengah perjalanan banyak masalah yang dihadapinya tapi, ketika tujuan pulangnya jelas itulah yang mengobati dan menguatkannya. Bahwa semua masalah yang dihadapinya ujungnya adalah berjumpa dengan yang mereka rindukan: keluarga dan kebahagiaannya.
Kedua, mudik itu identik dengan barang bawaan. Bahkan sebagian besar orang tidak memilih mudik karena tidak ada sesuatu yang dapat dibawa pulang.
Seorang manusia yang ingin bahagia dalam kehidupannya wajib memperhatikan dengan baik barang bawaannya. Hendaklah mereka membawa barang yang diperlukan saja. Tidak perlu banyak yang penting sesuai kebutuhan.
Manusia yang salah kaprah terhadap barang bawaan ini akan merepotkan dirinya sendiri pada akhirnya. Mereka bisa saja membawa barang yang banyak tapi ternyata barang itu tidak dibutuhkan selama perjalanan maupun oleh keluarga yang menantinya di kampung.
Banyak manusia standar kebahagiaannya itu pada jumlah, angka, nominal dan bukan nilai. Sehingga untuk bahagia nampaknya seakan sulit sekali. Nanti bahagia kalau sudah punya rumah sendiri. Kalau sudah berpenghasilan miliyaran rupiah dan seterusnya. Ujung-ujungnya hanya capek mengejar yang dianggap membahagiakan tetapi justru yang didapatkan hanya kelelahan.
Ketiga, pilihlah kendaraan yang baik dan nyaman. Bagi yang menggunakan kendaraan pribadi pastikan kendaraan aman digunakan selama dalam perjalanan.
Kita sebagai manusia boleh-boleh saja fokus segera sampai kampung halaman dengan selamat. Tapi, jangan sampai fokus kepada kampung halaman menjadikan kita tidak bisa menikmati perjalanan.
Jangan mempertentangkan, kendaraan tidak nyaman tapi sampai dengan selamat di tujuan atau kendaraan nyaman tapi tidak selamat. Alangkah indahnya jika kita menggunakan kendaraan yang nyaman dan sampai dengan selamat di tujuan.
Yang keempat, cari (pilih) teman mudik yang setujuan.
Alangkah indahnya suatu perjalanan yang didampingi teman setujuan. Apalagi sehobi, setipe dan se se lainnya.
Alangkah indahnya perjalanan yang didampingi teman. Ketika ada masalah ada tempat berbagi (bertukar) pikiran. Ketika ada pemandangan indah ada teman cerita berbagi kesan.
Indah, indah dan indah punya teman berjalan yang setujuan. Ada teman berjuang. Saling support. Ada teman berbagi keluh kesah. Tidak dipendam seorang diri. Indah pokoknya punya teman setujuan. Kalau belum punya? Carilah segera di dalam perjalanan. Cari yang setujuan. Supaya bisa menikmati dinamika perjalanan sama-sama sampai tujuan. InsyaAllah membahagiakan. []
Komentar
Posting Komentar