NARASI.ORG – Baru-baru ini saya membaca sebuah buku, tajuknya adalah Islam menjawab tantangan pemikiran kontemporer. Salah satu topik yang dituangkan penulis dalam buku itu adalah Pemuda dan Budaya Ilmu.
Penulis memberikan satu catatan penting, bahwa hari ini tantangan (internal) terbesar umat Islam bukanlah masalah ekonomi, sosial maupun politik, melainkan masalah kerancuan pengetahuan yang mengakibatkan hilangnya adab (loss of adab).
Pikiran tersebut dikutip penulis dari seorang pemikir muslim terkemuka saat ini, Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Menurut Syed Al-Attas, kerancuan pengetahuan ini dipengaruhi oleh pandangan alam barat. Pengetahuan yang datang dari barat sarat akan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan _worldview Islam_ (Pandangan alam Islam). Sehingga intelektual muslim perlu memilah dan memilih ilmu serta melakukan upaya islamisasi atasnya.
Untuk melakukan itu, penulis mengatakan diperlukan suatu budaya dan tradisi ilmu yang kuat. Yaitu kebiasaan untuk selalu menuntut ilmu dengan media apapun, membaca, mendengar, menulis, diskusi dll.
Sejarah dakwah maupun pergerakan Islam Indonesia dipelopori oleh tokoh-tokoh yang sangat kuat tradisi ilmunya (literasi). Sebut saja misalnya, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy'ari, Muhammad Natsir, Buya Hamka, Agus Salim, HOS. Tjokroaminoto dan masih banyak lagi nama lainnya. Sejarah peradaban besar, kata penulis tidak akan tercapai jika tidak ditopang oleh kaum intelektual dengan segudang ide dan narasi cemerlang.
Catatan di atas penting untuk kita renungi dengan serius bahwa sebagai seorang pemuda khususnya aktivis yang di atas pundak kita masa depan agama dan bangsa diletakkan harus kembali memperhatikan aktivitas keilmuan ini.
Kita tidak menginginkan banyak orang yang terhimpun dalam gerakan kita lalu mereka tidak mampu melakukan apapun selain turut andil menjadi pesorak aktivisme. Yang hanya bisa berkata, mantap lanjutkan, gas terus kakak, jangan kasi kendor dan sorakan-sorakan sejenis.
Kita mau orang-orang yang terhimpun di gerakan kita adalah orang-orang yang datang membawa narasinya masing-masing lalu kemudian diadu dengan narasi yang lain sehingga yang lahir adalah narasi terbaik. Sudah bukan saatnya lagi gerakan ini menjadi gerakan yang hanya mengumpulkan orang lalu yang menjadi penentu atas segalanya hanya segelintir orang.
Tinggalkan segala aktivitas yang tidak menambah iman dan ilmu serta wawasan bagi kita. Perbanyak membaca buku. Lebih sering lagi mendengarkan nasehat para guru. Latih diri untuk menuangkan gagasan atau pikiran lewat tulisan atau audio/video. Datangi forum diskusi. Perkuat budaya literasi kita. Sebab, mau atau tidak kitalah yang akan menjadi pemegang tongkat estafet perjuangan. Lalu, setelah itu apa jika kita tidak menyiapkan diri dari sekarang.
Catatan singkat ini sebenarnya adalah evaluasi bagi pribadi yang masih sangat jauh dari buku, nasehat guru serta menulis ilmu maupun diskusi isu. Tapi, semoga dapat menjadi evaluasi bersama bagi kita semua.
Jangan lupa bahagia!
Komentar
Posting Komentar