Kemarin saya membuka-buka kembali buku catatan waktu masih aktif ikut pengajian di kampus dan masjid sekitar kampus.
Saya menemukan sebait nasehat di sana: lupa itu nikmat. Ya, saya menulis di buku itu dengan jelas lengkap dengan nama penuturnya bahwa lupa adalah nikmat.
Saya mencoba mengingat kembali apa maksud dari perkataan tersebut. Dan akhirnya saya mendapati bahwa lupa itu bagian dari sisi kemanusiaan kita yang tidak boleh ditepikan. Dan karena itu dia adalah nikmat.
Bayangkan, apa jadinya jika semua hal selalu kita ingat, maksudnya tidak seditik pun terlupakan. Mungkin tidak ada lagi waktu istirahat tersisa untuk kita asbab ingatan tersebut.
Bahkan untuk sebagian hal memang kita dianjurkan untuk melupakannya. Misalnya, mantan; Utang yang sudah lunas; Kenangan pahit masa lalu dsb.
Bersyukurnya Allah titipkan pada kita nikmat bernama lupa. Andai hal-hal buruk dalam hidup yang pernah kita alami selalu terbayang dalam ingatan, bisa jadi setiap hari kita hanya melihat orang lesuh, loyoh tak bergairah menjalani hidup.
Asbab lupa inilah kita bisa bersantai tertawa lepas menikmati hidup walaupun sebenarnya kita sedang memikul beban berat.
Tapi, ada yang tidak boleh kita lupakan. Jasmerah kata Ir. Soekarno. Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Bulan ini bulan bersejarah. Di bulan inilah pikiran besar tokoh bangsa mengeristal yang akhirnya melahirkan platform bernegara bernama Pancasila.
Walaupun di sana sini ada perdebatan tentang sejarah lahirnya, ada yang menyebutkan 1 Juni, ada juga bilang 22 Juni atau yang lain mengatakan 18 Agustus. Tapi, justru dinamika ini menunjukkan bahwa bangsa kita memang dilahirkan dengan jalan "akal kolektif". Bukan oleh pikiran individu.
Oleh karena itu, yang terpenting kita tarik saat ini sebagai spirit dalam kehidupan kebangsaan adalah spirit "akal kolektif", yaitu mengumpulkan pikiran terbaik bangsa ini untuk membawa Indonesia kepada tujuan kemerdekaannya. []
Komentar
Posting Komentar