Langsung ke konten utama

Teman Sholeh!

Dalam fase tertentu manusia cenderung mencari teman sebanyak mungkin. Fasenya salah satunya adalah di usia muda. Anggapan bahwa banyak teman banyak rejeki mungkin jadi salah satu alasannya. Dan saya di antara yang masih percaya anggapan tersebut.

Anggapan ini tentu diaminkan terutama oleh mereka yang dalam kesehariannya masih nomaden, berpindah-pindah. Heheh
Kadang tempat nginapnya beda dengan tempat sarapan paginya begitupun tempat makan siangnya.

Dalam pertemanan, kadang kala yang kita anggap rejeki hanya yang sifatnya bendawi seperti makan, minum, traktiran, tumpangan tempat istirahat atau paling jauh mungkin diajak jalan-jalan ke kampung halaman teman. Padahal ada yang jauh lebih besar dari hal-hal ini karena sifatnya juga jangka panjang yaitu rejeki teman sholeh.

Teman sholeh itu bukan teman yang bernama sholeh tapi teman yang selalu mengingatkan kita akan hakikat kehidupan ini. Teman sholeh itu mereka yang tak segan menasehati kala iman kita tampak melemah. Teman yang kalamnya membangkitkan ghirah ibadah, belajar, dan berkontribusi kita.

Teman sholeh itu bukan yang memanggil dengan panggilan akhi atau ukhti. Panggilan tidak begitu penting. Yang penting adalah mereka hadir membantu kita mengingat Allah swt. Sudahkah kita menemukan teman sholeh? []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mudik: Pelajaran untuk Mereka yang Ingin Bahagia!

Percayakah kita bahwa sebenarnya manusia yang hidup di dunia ini dengan semua dinamika kehidupan yang dijalaninya hanya menginginkan kebahagiaan. Tua-muda, laki-perempuan, orang desa-orang kota, pejabat-rakyat, kaya-miskin, semuanya menginginkan satu hal yang sama: bahagia. Tidak lebih tidak kurang. Untuk itu, tulisan ini saya persembahkan kepada mereka yang serius menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kita akan sama-sama belajar bagaimana berbahagia bercermin dari peristiwa mudik. Mudik adalah di antara pelajaran hidup yang tak akan habis dihikmati oleh orang-orang yang ingin mengambil pelajaran. Di antara hikmah yang mungkin paling sering kita dengarkan adalah soal bagaimana menyiapkan bekal hidup menghadapi kehidupan setelah kematian (akhirat). Untuk itu, tulisan ini tidak akan mengulangi bahasan yang sama. Tulisan ini akan coba memotret mudik dari sudut pandang kebahagiaan. Bagaimana mudik menjadi  sebuah pelajaran untuk kita yang selalu mengupayakan kebahagiaan dala

Kompetisi Telah Usai, Ayo Balik ke Barak!

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah usai dilaksanakan. Kita sisa menunggu hasil keputusan resmi dari penyelenggara pemilu (KPU). Apapun hasilnya semoga itu yang terbaik. Sedikitnya dua tiga bulan lamanya kita mengikuti dinamika politik tanah air ini. Mulai dari menjagokan kandidat tertentu hingga sesekali ikut membicarakan kekurangan kandidat lainnya. Tidak ada yang salah di situ. Semuanya adalah bagian dari proses kita berdemokrasi. Atau ikut memeriahkan pesta rakyat ini. Hari ini kita sudah bisa menebak siapa pemenang dari kompetisi pemilu kali ini. Mungkin dukungan kita menang, mungkin juga kalah. Kalau menang tidak perlu membusungkan dada, demikian juga kalau kalah tidak perlu seolah dunia ini runtuh dan akan hancur. Mudah-mudahan bangsa kita selalu dijaga oleh Allah swt. Hanya saja kalau saya boleh berbagi pandangan dan nasihat, saya ingin mengatakan tugas kita sebenarnya bukanlah menjadi pemilih dan pendukung semata. Tugas utama kita justru adalah menjadi pengawas bagi

Agar Bahagia Ber-KAMMI!

Persis tadi malam saya ngobrol dengan salah seorang kader KAMMI yang masih aktif. Soal kiprahnya saya tidak perlu ragukan. Paling tidak itu ditunjukkan dari keaktifan dan kontribusi positifnya selama ini. "Bagaimana pekerjaan di kantor," tanyaku kepada kader itu. Kader ini baru saja diterima bekerja. Memang masih fresh graduate. Masih seger. "Kata direkturnya: Alhamdulillah selama adek masuk bekerja di kantor ini kami merasa sangat terbantu. Hanya saja mungkin untuk bulan selanjutnya kami sudah tidak bisa memberikan insentif," jawab kader itu kepadaku. Kader itu menceritakan tentang dinamika kerjanya di kantor yang baru saja ia bekerja di sana. Ia menceritakan pesan-pesan direkturnya yang juga seorang mantan aktivis mahasiswa seperti dirinya. "Dunia kerja ini beda dengan dunia organisasi dek. Beda sekali. Dalam dunia kerja yang paling dibutuhkan adalah kemampuan adaptasi dan kemampuan belajar dengan cepat," kata direktur kader itu. "Banyak