Langsung ke konten utama

Neoimperialisme; Penjajahan Tanpa Menjajah

Hard times create strong men, strong men create good times, good times create weak men, weak men create hard times. Masa krisis melahirkan manusia kuat, manusia kuat menciptakan kejayaan, kejayaan melahirkan manusia lemah, manusia lemah menciptakan krisis.

Perkataan di atas tentu sangat populer di telinga kita. Khususnya yang sering membaca dan mengkaji isu-isu perubahan sosial. Termasuk soal peradaban.

Qoute ini menjelaskan bahwa masa sulit atau krisis itu akan melahirkan manusia kuat karena tanpa kehidupan akan selesai. Manusia kuatlah yang menciptakan kejayaan. Tapi, kejayaan itu apabila tidak disikapi dengan bijaksana akan mengantarkan pada krisis dengan lahirnya manusia lemah.

Seketika saya teringat ucapan salah seorang teman ketika berdiskusi soal kondisi Indonesia. "Sepertinya bagus kalau kita dijajah kembali," ujarnya spontan setengah bercanda.

Menurutnya, generasi founding father and mother Indonesia adalah manusia kuat karena memang kondisi mengharuskannya demikian jika ingin bertahan. Mereka harus kuat membaca, belajar, bekerja dan seterusnya agar dapat bertahan dan terutama untuk bangkit melawan penjajah. Dan kesadaran itu yang hilang di generasi hari ini menurutnya.

Neoimperialisme

Sebenarnya, kalau kita mau mencermati dengan teliti kita juga yang hidup di zaman ini pun dalam keadaan krisis. Generasi dulu merasakan krisis karena dijajah imperialisme. Generasi sekarang (merasakan) krisis karena dijajah neoimperialisme.

Apa itu neo-imperialisme?

Neoimperialisme adalah istilah untuk gaya penjajahan model baru. Jika dulu penjajahan itu dilakukan dengan brutal lewat senjata dan fisik, kini penjajahan itu dilakukan dengan ideologi dan sistem.

Kita sering mendengar 'yang kaya makin kaya, yang miskin tambah miskin', ini adalah potret penjajahan model baru yang dimaksud. Ideologi dan sistem global yang menciptakan gap antara si kaya dan si miskin.

Orang kaya mampu mengakses pendidikan dan segala sumber daya dengan kapitalnya sehingga mereka dapat hidup berkecukupan. Sedang orang miskin tehalangi dari pendidikan dan sumber daya karena kapitalnya. Kalaupun diberi akses kepada pendidikan hanya sebatas agar mereka melek membaca dan menghitung.

Akhirnya, yang dapat menguasasi segala hal hanya orang-orang kaya yang punya akses kepada semua sumber daya itu. Sedangkan orang miskin hanya akan menjadi budak dari sistem itu sendiri. Inilah neoimperialisme. Penjajahan model baru. Penjajahan yang lebih kejam walaupun tidak dirasakan secara kasat mata oleh kebanyakan manusia karena dilakukan dengan ideologi dan sistem.

Masih belum sadar kalau kita terjajah? Coba deh enggak usah kerja. Pasti kalian koid. Gak percaya kan?

Yang paling parah dari penjajahan model baru ini adalah objek penjajahan tidak merasa dijajah atau bahkan merasa baik-baik saja sehingga tetap merasa perlu mempertahankan kondisi krisis ini. Masa krisis harusnya melahirkan manusia kuat tapi dengan penjajahan model baru ini justru melahirkan manusia lemah. Ironi memang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mudik: Pelajaran untuk Mereka yang Ingin Bahagia!

Percayakah kita bahwa sebenarnya manusia yang hidup di dunia ini dengan semua dinamika kehidupan yang dijalaninya hanya menginginkan kebahagiaan. Tua-muda, laki-perempuan, orang desa-orang kota, pejabat-rakyat, kaya-miskin, semuanya menginginkan satu hal yang sama: bahagia. Tidak lebih tidak kurang. Untuk itu, tulisan ini saya persembahkan kepada mereka yang serius menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kita akan sama-sama belajar bagaimana berbahagia bercermin dari peristiwa mudik. Mudik adalah di antara pelajaran hidup yang tak akan habis dihikmati oleh orang-orang yang ingin mengambil pelajaran. Di antara hikmah yang mungkin paling sering kita dengarkan adalah soal bagaimana menyiapkan bekal hidup menghadapi kehidupan setelah kematian (akhirat). Untuk itu, tulisan ini tidak akan mengulangi bahasan yang sama. Tulisan ini akan coba memotret mudik dari sudut pandang kebahagiaan. Bagaimana mudik menjadi  sebuah pelajaran untuk kita yang selalu mengupayakan kebahagiaan dala

Kompetisi Telah Usai, Ayo Balik ke Barak!

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah usai dilaksanakan. Kita sisa menunggu hasil keputusan resmi dari penyelenggara pemilu (KPU). Apapun hasilnya semoga itu yang terbaik. Sedikitnya dua tiga bulan lamanya kita mengikuti dinamika politik tanah air ini. Mulai dari menjagokan kandidat tertentu hingga sesekali ikut membicarakan kekurangan kandidat lainnya. Tidak ada yang salah di situ. Semuanya adalah bagian dari proses kita berdemokrasi. Atau ikut memeriahkan pesta rakyat ini. Hari ini kita sudah bisa menebak siapa pemenang dari kompetisi pemilu kali ini. Mungkin dukungan kita menang, mungkin juga kalah. Kalau menang tidak perlu membusungkan dada, demikian juga kalau kalah tidak perlu seolah dunia ini runtuh dan akan hancur. Mudah-mudahan bangsa kita selalu dijaga oleh Allah swt. Hanya saja kalau saya boleh berbagi pandangan dan nasihat, saya ingin mengatakan tugas kita sebenarnya bukanlah menjadi pemilih dan pendukung semata. Tugas utama kita justru adalah menjadi pengawas bagi

Agar Bahagia Ber-KAMMI!

Persis tadi malam saya ngobrol dengan salah seorang kader KAMMI yang masih aktif. Soal kiprahnya saya tidak perlu ragukan. Paling tidak itu ditunjukkan dari keaktifan dan kontribusi positifnya selama ini. "Bagaimana pekerjaan di kantor," tanyaku kepada kader itu. Kader ini baru saja diterima bekerja. Memang masih fresh graduate. Masih seger. "Kata direkturnya: Alhamdulillah selama adek masuk bekerja di kantor ini kami merasa sangat terbantu. Hanya saja mungkin untuk bulan selanjutnya kami sudah tidak bisa memberikan insentif," jawab kader itu kepadaku. Kader itu menceritakan tentang dinamika kerjanya di kantor yang baru saja ia bekerja di sana. Ia menceritakan pesan-pesan direkturnya yang juga seorang mantan aktivis mahasiswa seperti dirinya. "Dunia kerja ini beda dengan dunia organisasi dek. Beda sekali. Dalam dunia kerja yang paling dibutuhkan adalah kemampuan adaptasi dan kemampuan belajar dengan cepat," kata direktur kader itu. "Banyak